Selasa, 25 Januari 2011

Kethoprak-Kethoprak Milenium


Image source: http://www.impossibletv.com/assets/images/content/talent%20show_02.jpg


Tiga pasang mata tengah asik memandang sebuah layar kecil dua warna di sudut ruang remang-remang. Gambar-gambar bergerak itu menampilkan lawakan-lawakan khas Topan Lesus dalam sebuah program televisi bertajuk Kethoprak Humor. Seorang bocah berponi lurus tampak ikut terhibur dengan sajian televisi yang dipilih oleh dua orang berambut putih di samping kanan kirinya. Meski kadang hanya nyengir tidak paham dengan “gojek tua” yang dilontarkan, bocah itu nampak menikmati saat saat malam Minggu bersama Kakung dan Uti-nya. Hampir setiap akhir pekan, hingga beberapa tahun berlalu seiring munculnya “kethoprak-kethoprak” lain yang lebih menarik.

Rasa-rasanya baru beberapa hari yang lalu saya melihat Topan beradu lawak dengan Lesus. Hanya dua orang itu yang masih teringat jelas. Guyonannya segar, meski kala itu saya sering tidak paham dengan apa yang mereka banyolkan, namun saya cukup terhibur. Ya, sekitar lima belas tahun yang lalu ketika saya masih duduk di bangku TK, kala itu saya lebih sering tidur di tempat Kakung daripada di rumah sendiri. Saya ingat betul setiap sabtu malam tak ada aktifitas lain selain menonton Kethoprak Humor di RCTI. Bukan karena maniak kethoprak, tetapi karena tidak ada sajian yang lebih menarik. Beberapa stasiun televisi lain seperti TPI dan Indosiar masih terlalu belia untuk membuat konsep acara yang mampu menyedot banyak penonton. Baru pada awal tahun 2000 banyak variasi acara bermunculan, seperti program kuis, talkshow, tak terkecuali talent show.

Talent show atau yang biasa disebut ajang pencarian bakat merupakan salah satu program reality show. Secara garis besar, konsep program ini ialah mengadu bakat-bakat terpilih di sebuah panggung yang disiarkan langsung melalui televisi dalam periode waktu tertentu. Ada berbagai macam bakat yang diadu seperti menyanyi, menari, sulap dan bermain musik.

Kebanyakan diawali dengan seleksi di beberapa daerah, hingga terpilih beberapa nominasi untuk maju ke babak final. Jumlah dan segmentasinya beragam, ada yang khusus untuk anak-anak, wanita, umur tertentu dan kriteria-kriteria lainnya . Para nominator inilah yang akhirnya mendapatkan kesempatan untuk unjuk gigi di sebuah panggung nan megah dengan jutaan pasang mata penonton. Setiap minggu, akan ada satu orang yang tersisih dan tidak bisa melanjutkan ke babak selanjutnya, begitu seterusnya hingga terpilih satu orang pemenang.

Meskipun konsep inti meniru program-program dari luar negeri, tak menjadi masalah ketika akhirnya program semacam ini disukai banyak pemirsa televisi Indonesia. Hal ini wajar karena di tahun-tahun itu, program televisi masih sangat monoton. Semakin berkembangnya industri televisi dan teknologi studio, hadirlah program-program dengan konsep yang lebih menghibur.

Pada tahun 2003, Indosiar menggebrak lewat Akademi Fantasi Indosiar (AFI) yang mengadopsi acara serupa dari Meksiko, La Academia. Sebagai pioner talent show di Indonesia, AFI menuai kesuksesan dengan meraih rating tertinggi versi Neilsen hingga berbulan-bulan. Jam tayangpun prime time, setiap malam akhir pekan. Sedikitnya ada lima generasi telah lahir dari acara ini, bahkan merambah ke segmen anak-anak dengan munculnya AFI Junior.

Indosiar cukup apik menayangkan AFI dengan konsep yang menyentuh hati penonton. Lihat saja disetiap eliminasi, keharuan sengaja dihadirkan agar penonton merasa dekat dengan acara ini. Ditambah lagi adanya acara-acara tambahan seperti Diary AFI yang mengulas kegiatan akademia (sebutan untuk kontestan AFI) saat dikarantina. Tanpa sadar, kedekatan ini dibangun oleh Indosiar setiap harinya, sehingga ada rasa sedih ketika melihat jagoannya harus tereliminasi. Latar belakang akademia yang beragam juga tak luput dari sorotan kamera. Ingat Veri AFI? Juara AFI generasi pertama ini adalah seorang penjual cendol. Cerita-cerita semacam inilah yang menjadi bumbu penyedap sebuah program talent show.

Tak mau kalah dengan Indosiar, dengan mengusung basic yang sama, RCTI menghadirkan Indonesian Idol. Lagi-lagi hasil jiplakan acara luar negeri, Indonesian Idol mengadopsi acara Pop Idol dari Inggris. Seperti halnya AFI, Indonesian Idol juga mendapat sambutan yang luar biasa dari pemirsa televisi Indonesia. Persaingan antar stasiun televisi sangat terlihat dengan waktu penayangan yang sama di akhir pekan. Indonesian Idol mengambil alih posisi top rating versi Neilsen di musim keduanya, mengalahkan AFI yang sudah masuk di musim ketiga. Bahkan berturut-turut pada tahun 2006-2007 Indonesian Idol meraih penghargaan Music & Variety Show Terbaik diajang Panasonic Award.

Begitu juga yang dilakukan oleh stasiun televisi lain. TPI misalnya, sukses menghibur para pecinta dangdut dengan KDI-nya. Kemudian muncul Audisi Pelawak TPI (API) yang mencoba mengadu bakat-bakat pelawak. Beberapa program silih berganti seperti Mama Mia, Indonesian Super Model dan Super Mama Seleb Show, Pemilihan Putri Indonesia, Miss Indonesia, The Master dan lain-lain.

Indonesia Mencari Bakat (IMB) yang ditayangkan TRANS TV mungkin yang paling hot saat ini. Dengan mengusung konsep yang cukup berbeda dari program talent show sebelumnya, IMB mampu menyihir jutaan penonton televisi Indonesia. Tak lagi sejenis, berbagai macam bakat seperti menyanyi, menari dan komedi diadu dalam satu panggung. Langkah yang diambil TRANS TV tepat dengan menayangkan IMB sebelum Indonesia’s Got Talent (IGT) digelar. Tentu pamor IMB lebih tinggi karena dianggap sebagai pioner. Padahal sebenarnya, Fremantle, produser program televisi internasional telah menawarkan licensi IGT kepada TRANS TV untuk membelinya. Namun negosiasi tersebut gagal dan setelahnya TRANS TV buru-buru membuat konsep program yang sebenarnya mirip dengan IGT. Walhasil, IMB lebih dulu tayang sebelum IGT, yang akhirnya dibeli oleh Indosiar. Meski terkesan mencuri ide, pihak TRANS TV menegaskan di situs resminya bahwa IMB merupakan buah pemikiran putra putri bangsa. Bahkan tagline-nya pun “Dari Indonesia, Oleh Indonesia dan Untuk Indonesia”.

Melihat perkembangan variasi program talent show dari dulu hingga kini, sepintas terlihat penuh persaingan. Stasiun-stasiun televisi terus berlomba untuk memproduksi tayangan yang disukai pemirsa. Jika kita tengok sedikit teori tentang media massa, ada beberapa fungsi media massa, yaitu to inform, to educate, dan to entertain. Televisi sebagai salah satu media massa saat ini lebih condong ke fungsi terakhir, to entertain. Trinitas fungsi media yang katanya sulit untuk dipisahkan tersebut nyata-nyatanya berat ke arah hiburan.

Televisi swasta lebih dikembangkan sebagai what the people want dan bukan what people need. Ini pun akhirnya berorientasi “pasar”. Ya, lebih kepada aspek disukai, bukan yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat. Ujung-ujungnya rating akan naik dan pendapatan iklan melambung. Bayangkan saja, uang sebesar 40 jutaan mengalir ke stasiun televisi untuk setiap 30 detik iklan di acara-acara prime time. Bisa dihitung sendiri berapa pendapatan dari acara-acara populer macam talent show ini.

Jika dikaji lebih dalam, hal ini tentu bukan melulu karena kesalahan orientasi stasiun televisi. Masyarakat sebagai penikmat televisi juga turut andil dalam penentuan program-program televisi. Jika tadi dikatakan bahwa televisi condong ke arah hiburan, memang faktanya demikian. Dan penyebabnya tak lain karena orientasi masyarakat sendiri yang menganggap bahwa televisi adalah media penghibur. Nurudin dalam bukunya Televisi Agama Baru Masyarakat Modern menyebut ini sebagai sebuah pergeseran, dimana masyarakat menganggap kehadiran televisi sebagai fitrah menghibur. Maka tak salah ketika saya menganggap talent show dan program-program sejenis sebagai Kethoprak-kethoprak Milenium, program-program keluaran milenium kedua lebih tepatnya. Fungsi hiburannya kuat, tidak beda dengan lima belas tahun lalu ketika saya ikut terkekeh melihat Topan Lesus beradu lawak di Kethoprak Humor, terhibur.

Referensi
Nurudin. 1997. Televisi Agama Baru Masyarakat Modern. Malang: UMM Press
http://catatanhery.wordpress.com/2009/02/08/opini/
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=58531
http://www.indosiar.com/program/resensi/67466/fenomena-acara-pencari-bakat-di-layar-kaca-indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesian_Idol
http://indonesiamencaribakat.transtv.co.id
http://id.wikipedia.org/wiki/Akademi_Fantasi_Indosiar
Gambar
http://www.impossibletv.com/assets/images/content/talent%20show_02.jpg