Rabu, 24 Maret 2010

DAMPAK PENAYANGAN SINETRON BAGI PERKEMBANGAN JIWA ANAK

Dua puluh tahun belakangan, pertelevisian di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini ditandai dengan munculnya stasiun-stasiun televisi swasta nasional. Sebuah prestasi yang luar biasa mengingat kontribusinya ikut memajukan media Indonesia dengan program-program yang edukatif, inspiratif dan informatif. Program berita misalnya, hampir semua stasiun televisi mempunyai program berita unggulan yang menawarkan berita-berita yang masih aktual dan akurat untuk memberikan informasi kepada pemirsa yang haus akan berita. Selain itu juga ada program lain yang bersifat inspiratif seperti program talkshow atupun dialog dengan orang-orang sukses sebagai narasumber.
Di samping itu, televisi juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai media hiburan. Saat ini, fungsi inilah yang paling mendominasi. Berbagai macam program seperti kartun, sinetron, hingga reality show menjadi penghias layar kaca setiap hari. Parahnya, tayangan-tayangan hiburan sekarang tidak lagi menjunjung nilai-nilai moral yang baik. Tayangan sekarang lebih mengarah pada budaya hedonisme yang kebarat-baratan.
Melihat kondisi yang ada sekarang, televisi belum bisa memfasilitasi dan menjadi tontonan yang sehat bagi anak-anak. Bagi seorang anak yang mempunyai orang tua sibuk, televisi seakan menjadi teman di rumah. Seharian dihabiskan di depan televisi tanpa adanya pengawasan dan bimbingan yang seharusnya sangat dibutuhkan untuk mendampingi anak agar bisa lebih mengontrol tayangan apa saja yang mereka tonton. Tanpa adanya pengawasan, anak akan sangat mudah menonton tayangan-tayangan yang seharusnya tidak baik untuk ditonton dan tentu akan menafsirkan setiap apa yang dilihatnya sesuai dengan pikirannya sendiri tanpa filter dan arahan dari orang tua.
Masa anak-anak adalah masa yang paling berperan dalam perkembangan kepribadian seseorang, baik buruk sifat seseorang kelak, sangat dipengaruhi oleh apa yang dia dapatkan saat berkembang dimasa mudanya. Dimasa ini, anak adalah seorang peniru yang cerdas. Cerdas disini adalah benar-benar peniru yang aktif, tetapi belum bisa memahami apa yang mereka tiru, mereka meniru apa saja yang mereka lihat tanpa tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Kondisi seperti ini tidak menjadi masalah jika apa yang ditiru adalah hal yang positif, tapi jika sosok yang ditiru adalah hal negatif, tentu akan menjadi masalah. Kita ingat beberapa tahun lalu ketika penayangan smackdown menjadi bermasalah karena terjadi kasus kematian seorang anak akibat berkelahi dengan temannya meniru gaya berkelahi yang ada dalam tayangan smackdown. Sebuah contoh yang sangat jelas betapa seorang anak mudah meniru apa yang mereka lihat.
Bandura dalam teori sosial belajarnya mengungkapkan hal yang sama tentang perilaku anak:
“Kebanyakan tingkah laku orang terjadi karena pengamatan atau belajar model. Model yang ditiru bukan hanya orang-orang yang konkrit ada, melainkan juga model-model simbolis, misalnya yang dilihat pada televisi atau dibaca dalam buku.”
Kenyataan yang ada sekarang menunjukkan bahwa tayangan-tayangan di televisi lebih mengarah pada hal-hal negatif yang bisa berdampak besar pada perkembangan anak. Seperti dalam kebanyakan sinetron, yang menampilkan keluarga kaya raya, tanpa diketahui apa pekerjaannya, hal itu sangat jarang ditemui di kehidupan nyata, dan sangat tidak realistis. Budaya hedonisme yang diangkat dalam sinetron seringkali menjadi trendsetter yang ditiru oleh anak-anak, misalnya penggunaan alat-alat elektronik yang berlebihan seperti handphone, mp3 player, ipod, dan laptop. Bagi seorang anak SD, alat-alat tersebut belumlah terlalu berguna. Sinetron juga lebih mengarah pada tontonan yang berbau kekerasan, mistik, dan pornografi. Tanpa sadar, sinetron berperan seperti orang tua yang setiap hari menjejali pikiran anak dengan dogma-dogma yang seringkali tidak benar. Pandangan bahwa ibu tiri itu jahat adalah salah satu contoh dari ‘ajaran’ yang dibawa oleh sinetron.
Pada tahun 1995, American Psichological Association (APA) melakukan penelitian ilmiah dan menyimpulkan bahwa hampir semua perilaku buruk yang dilakukan orang, adalah hasil dari pelajaran yang diterima dari media saat mereka anak-anak. buruk yang dilakukan orang adalah hasil dari pelajaran yang mereka terima dari media semenjak usia anak-anak.
Dampak lain bagi anak yang ‘maniak’ sinetron adalah mereka akan ketergantungan pada televisi. Mereka akan betah duduk di depan televisi berjam-jam untuk melihat sinetron kesayangannya. Jelas hal itu sangat tidak baik bagi masa depannya, waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar malah digunakan untuk menonton tayangan yang tidak bermutu. Kondisi ini akan diperparah ketika ternyata ibunya juga ‘maniak’ sinetron, masih mending jika ibunya mengarahkan dan mendampingi dengan baik, tapi masih banyak ibu-ibu yang apatis terhadap anaknya, entah karena memang tidak peduli ataupun awam tidak tahu menahu akan dampak yang ditimbulkan.
Melihat fakta yang ada sekarang bahwa begitu besar dampak penayangan sinetron bagi anak, seharusnya pihak-pihak yang terkait seperti pemerintah dan lembaga sensor juga lebih memperketat tayangan-tayangan di televisi. Sinetron-sinetron yang hanya mengejar rating tanpa memperhatikan dampak bagi pemirsa perlu ditertibkan. Jika itu sulit, setidaknya dimulai dari yang paling mudah yaitu peran dan kesadaran orang tua untuk mengontrol dan membimbing anak agar tidak salah memilih tayangan di televisi.




DAFTAR PUSTAKA
Haditono, Siti Rahayu. 2006. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
http://tegarku.wordpress.com/2007/12/18/pengaruh-buruk-televisi-terhadap-anak/
http://maulanusantara.wordpress.com/2009/07/26/anak-indonesia-dalam-arus-modernisasi/
http://giwmukti.multiply.com/journal/item/11/Dampak_Sinetron_bagi_anak_remaja_dan_keluarga
http://e-pendidikan.depdiknas.go.id/index.php?mod=eduReporter&cmd=view&id=69
http://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-anda.com/msg79037.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar