Rabu, 24 Maret 2010

Profil - Ahmad musthofa Haroen

Tepuk tangan meriah terdengar membahana ketika Ahmad Musthofa Haroen dipanggil untuk maju ke depan oleh MC dalam acara Communication Award 2009 yang diadakan oleh Jurusan Ilmu Komunikasi UGM. Dengan santai, pemuda itu berjalan ke depan setelah namanya disebut sebagai mahasiswa peraih penghargaan Communication Award 2009. Prestasinya di bidang jurnalistik membuat dia menjadi sangat layak untuk menjadi salah satu penerima penghargaan Communication Award yang sejak setahun lalu menjadi agenda rutin Jurusan Ilmu Komunikasi UGM. Jelas, terpilihnya Ahmad Musthofa Haroen atau yang biasa dipanggil Ofa ini bukan tanpa alasan. Prestasinya yang lumayan banyak dan keaktifan menulis tulisan di media menjadikan dia berbeda daripada yang lain. Tak tanggung-tanggung, sekitar 30 karyanya pernah dimuat di media cetak dan elektronik. Selain itu, prestasinya juga tidak kalah luar biasa. Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional yang diselenggarakan oleh Balitbang dan Diklat Departemen Agama RI pernah disandangnya.
Penghargaan yang didapat kali ini tidak begitu saja terjadi, instan seperti membalikkan tangan, tetapi perjuangan dan jalan panjang kehidupannya seakan telah menuntun, mengarahkan dan menjadikan seorang Ofa yang pandai menulis, berprestasi dan mampu menggapai penghargaan tersebut. Didikan dari orang tua sewaktu kecil begitu berpengaruh dalam membangun pola pikirnya. Sejak kecil, orangtua Ofa memberikan fasilitas lebih dalam hal bacaan. Majalah, koran dan bahan bacaan lainnya menjadi santapan setiap hari Ofa. Dari bacaan-bacaan itulah dia mendapat banyak ilmu dan menjadi terbiasa membaca. Selain itu, pondok pesantren dimana dia nyantri juga menerapkan budaya teks yang mana semua sumber informasi selain dari para pengajar berasal dari teks seperti buku-buku, kitab, majalah dan koran. Tidak pernah sama sekali pondok pesantren memeberikan informasi melalui media audio visual. Jangankan televisi, radiopun tidak. Jadi, teks menjadi bagian penting dalam hidupnya. Mau tidak mau, dia harus membaca untuk mendapatkan informasi.
Namun, justru dari situlah pola pikir dan sense menulisnya terbentuk. Dibesarkan dari lingkungan dengan budaya teks yang sangat kuat, menjadikan pemuda asal Temanggung ini sangat pandai merangkai kata-kata. Jiwa penulisnya terbangun sendiri dari background masa kecilnya. Dengan modal itu dia menjadi berani untuk mengungkapkan isi otaknya dalam sebuah tulisan. Dia mulai bergabung dengan organisasi kepenulisan. Saat ini dia masih tercatat dan aktif di Badan Penerbitan Pers Mahasiswa Balairung UGM. Disinilah santri Ma’had ‘Aly Fi al-Syari’ah Al-Munawwir Krapyak ini menemukan tempat untuk berkreasi dan mengembangkan bakatnya. Di sini, kemampuannya benar-benar terasah. Dia juga mulai berani mengirimkan tulisan-tulisannya ke media, entah itu media cetak maupun media online. Karya-karyanya pernah dimuat di Koran Tempo, Media Indonesia, Kompas, dan media informasi lainnya.
Tidak mudah memang menjadi penulis di media. Banyak orang yang putus asa karena tulisan-tulisannya tidak pernah dimuat, bahkan mungkin sampai ratusan kali mengirimkan tulisan tetapi tak ada satupun yang terpublish di media. Berbeda dengan Ofa, dia tidak pernah berhenti menulis sampai karyanya benar-benar menghiasi rubrik-rubrik di koran. Menurut dia, penting sekali mengerti apa keinginan redaktur, yaitu gaya penulisan, pemilihan diksi, dan sudut pandang. Karena pada dasarnya, redakturlah yang memiliki hak untuk memutuskan apakah tulisan itu layak dimuat atau tidak. Jadi, ikutilah keinginan redaktur, bukan memaksa redaktur untuk mengikuti keinginan kita.
Menjadi penulis di media memang tidak mudah. Kesabaran dan semangatlah yang bisa mengalahkan segala rintangan dan hambatan yang ada, dan itu ada dalam diri seorang Ahmad Musthofa Haroen.

1 komentar: